22 Oktober 2011

Give me more time..


Curcol yee.. hehe.. *English edition* =P


Hey all..
Maybe you often think.. "Where is CiChan?" when AOG time.. or maybe not..
And suddenly you see me with my boy sit together..
It doesn't my intent to get "far" away from all of you..
It just my willing and happiness to be by his side.. 
And automatically make my time with you less than before..
I didn't realize that this condition can make such misunderstanding that i didn't want to be together with you because of him..
I'm new in this condition, so don't push me too hard to be like before i had him, together with you enjoying the service..
Because there is special feeling that i can hear the sermon together with him..
I know that you didn't have bad intent to me, but i feel so sad when you misunderstanding me..
Let me learn to be better.. i just need more time..
I'm sorry if anything i said were wrong.. this is my honest feeling..
I <3 u Pamperz.. :)

14 Oktober 2011

Bejana Tanah Liat

William adalah seorang penasehat kerajaan yang disegani karena kebijaksanaannya, raja sangat memperhatikan perkataan dan nasehatnya. Wajah buruk dan tubuhnya yang bongkok membuat putri raja iri dan bertanya sambil mengejek : “Jika engkau bijaksana, beritahu aku mengapa Tuhan menyimpan kebijaksanaanNya dalam diri orang yang buruk rupa dan bongkok”.
 
William balik bertanya : “Apakah ayahmu mempunyai anggur ?”
 
“Semua orang tahu ayahku mempunyai anggur terbaik, pertanyaan bodoh macam apa itu”, putri raja menyahut sinis. “Dimana ia meletakkannya ?” William bertanya lagi,
 
“Yang pasti didalam bejana tanah liat”.
 
Mendengar itu William tertawa. “seorang raja yang kaya akan emas dan perak seperti ayahmu menggunakan bejana tanah liat ?”
 
Mendengar itu putri raja berlalu meninggalkannya dengan rasa malu, ia segera memerintahkan pelayan memindahkan semua anggur yang ada di istana dari dalam bejana tanah liat ke dalam bejana dari emas dan perak.
 
Suatu hari raja mengadakan jamuan bagi para tamu kerajaan, alangkah kagetnya ia karena anggur yang diminumnya rasanya sangat asam, lalu dengan geram ia memanggil semua pelayan istana yang kemudian menceritakan bahwa anggur yang disuguhkan tadi berasal dari bejana emas dan perak atas instruksi putri raja sendiri, lalu raja menegur keras perilaku putrinya itu.
 
Putri raja berkata kepada William, “Mengapa engkau menipu aku, aku memindahkan semua anggur ke bejana emas tapi hasilnya semua anggur jadi terasa asam.” Dengan ringan William menjawab : “Sekarang engkau tahu mengapa Tuhan lebih suka menempatkan kebijaksanaan dalam wadah yang sederhana, kebijaksanaan itu sama seperti anggur ia hanya cocok dalam bejana dari tanah liat.”
 
Ketika Tuhan mencari sarana yang ingin dipakaiNya, Ia tidak harus mencari yang terbuat dari emas, tetapi dari tanah liat yang sederhana.

 
Let it be you! (n_n)

13 Oktober 2011

Thanksgiving Thursday : Papa

Entah kenapa kok minggu ini terdorong banget buat share tentang yang namaya papa..
Papa itu..
Seharusnya, jadi kepala keluarga, jadi pelindung, jadi pembimbing, jadi teladan, n jadi pemimpin buat keluarga..
Tapi, sayangnya aku tak pernah merasakan semua itu, jadi semua perkataan orang-orang tentang papa yang baik itu jadi semacam impian tak terjangkau bagiku..
Yang mau tau cerita lengkapnya bisa baca di SINI..

Tapi itu dulu.. sebelum aku kenal makin lama makin dekat sama yang namanya Yesus.. Hehehhee..
Fall in love again sama yang namanya papa..
Soooo thankful Tuhan ga pernah ngelepasin tanganku dari dulu sampai ssaat ini...
Soooo thankful Tuhan bantu aku secara bertahap melepaskan kepahitanku..
Soooo thankful aku ga kepahitan sama yang namanya cow..wakakakakaka..
Soooo thankful Tuhan tak bosan-bosannya ingetin aku kalo aku salah dan lagi kumat kalo liat orang lain punya papa..
Sooo thankful aku masih punya papa, meski aku tak tahu dimana ia berada, n cuma bisa berdoa yang terbaik untuknya..
Soooo thankful aku punya Bapa yang zupeeeerrrr baikkkk yang selalu ada didekatku.. my Father in heaven.. =D

Ini ada video, yang bener2 bikin ndrodos abis..
Bersyukurlah bagi kalian yang masih punya papa yang baik, yang sayang, yang suka ngomelin..
Jangan tunggu waktu yang tepat untuk bilang sayang, lakukan saat ini juga..!!
Karena penyesalan selalu datang terlambat..




Bagaimana hubunganmu dengan papamu sekarang?
Sudahkah kau menghargai dan menghormatinya?

Ini ceritaku, apa ceritamu?
Berbagilah bersama kami di Thanksgiving Thursday! ^^
Waitin 4 your stories friends.. =)

12 Oktober 2011

Forgiving and forgetting..

Mungkin selama ini orang-orang yang mengenalku tidak pernah tahu kalo ada kisah seperti ini dibalik semua keceriaan yang kutunjukkan.. Tak ada yang menyangka kalau ternyata aku punya keluarga yang tidak seperti keluarga..
Ya benar.. aku berasal dari keluarga yang rusak, yang tidak berjalan sebagaimana fungsi sebuah keluarga..
Semua bermula dari pilihan mamaku untuk mengikuti keegoisan papaku, yang memaksanya menikah dengan ancaman bunuh diri.
Mamaku tahu bahwa pernikahan yang bermula dari paksaan bukanlah hal yang baik, tapi karena pikiran polosnya yang mengira bahwa menyebabkan orang meninggal adalah berdosa, maka diambilnyalah keputusan itu, keputusan yang akhirnya merusak keluarga ini.. Keputusan yang membuatku sebagai anak, tak mengetahui bagaimana rasanya sebuah keluarga yang utuh..
Terlihat seperti bahwa aku adalah anak hasil paksaan.. Pikirku dulu..
Ditambah lagi dengan keadaan ekonomi yang memaksa papaku untuk bekerja di luar negeri selama bertahun-tahun, ia berangkat ke Jepang pada saat aku masih berumur 3 atau 4 tahun..
Keadaan umur yang sangat membutuhkan figur seorang papa..
Alhasil mamaku membesarkanku sendirian selama bertahun-tahun..
Aku tumbuh dengan mendengar tangisan mamaku di telepon karena cacian papaku, entah apa yang mereka bicarakan, tapi yang jelas benih-benih kebencian itu mulai muncul di hatiku. Dan setiap kali papa mau berbicara kepadaku, aku selalu menolaknya dan berdalih dengan berbagai macam alasan. Sebenarnya adalah aku benci untuk berbicara dengan papaku, tak ada perlunya..
Sekian lama benih kebencian itu berakar dan terus bertumbuh dalam hatiku, waktu itu aku belum mengenal Tuhan secara pribadi, meski aku Kristen sejak kecil, tapi yang ada hanyalah sebuah rutinitas pergi ke gereja dan sekolah minggu..

Akhirnya ia pulang, papaku pulang dari luar negeri..
Dengan perasaan tak menentu mama dan aku menyambutnya dengan setengah hati.. dan benar apa yang kami takutkan terbukti, di dalam rumah tak pernah ada damai sejahtera, justru pada saat papa pergi dari rumah saat-saat paling melegakan.
Suasana rumah tidak lagi menjadi seperti rumah, terasa seperti neraka..
Situasi bertambah parah ketika papa marah, papa turun tangan menyakiti kami berdua, ada saja yang dilakukannya, dari menampar, menonjok, memukul, sampai meludah..
Semuanya pernah dia lakukan, dan ketika amarahnya reda papa kembali menjadi papa yang biasa, yang tak pernah peduli pekerjaan mama di depot, yang hanya seharian menonton TV di rumah..
Sakit demi sakit dirasakan oleh kami berdua oleh sikapnya..
Sampai pada suatu saat papa menghilang selama beberapa bulan, entah pergi ke mana atau melakukan apa, tapi justru keadaan ini membuat suasana rumah kembali seperti rumah, rasa damai itu muncul kembali di rumah tanpanya.. Sesaat kami sangat menikmati keadaan itu, tapi dalam hati aku tahu bahwa masalah ini belum selesai..

Benar saja.. Pada saat mama dan aku pergi ke Malang untuk mengunjungi rumah kami yang baru selesai dibangun, ternyata rumah itu tidak kosong..
Yang membukakan kami pintu adalah seorang wanita yang berpakaian minim dan bertanya siapa kami. Dengan perasaan kaget kami bertanya balik kepada wanita itu, dan memberitahu padanya bahwa ini adalah rumah kami, seketika wanita itupun masuk ke rumah setelah membuka pintu untuk kami..
Dalam rumah kami mendapati papaku yang sedang berpakaian minim pula sedang santai menonton TV..

Jgerrr.. *petir menyambar

Tak usah diperjelas pun melihat keadaan seperti itu hanya ada satu kesimpulan, yaitu sebuah perselingkuhan.. Tapi papaku tanpa ekspresi dan merasa bersalah, alih-alih menjelaskan, ia malah bertanya balik kepada mama.. "Ya wes, trus kamu mau apa?"
Aduuh.. serasa dunia ini hancur dalam sekejap, belum cukup sikapnya seperti itu, ditambah lagi dengan keadaan ini..
Sambil menahan sakit dan air mata, kami pun pulang kembali ke Surabaya..
Tak tahu apa yang harus diperbuat, kami pun melanjutkan hidup tanpa papa..
Bekerja seperti biasa, bersekolah seperti biasa..
Kejadian ini terjadi pada saat aku masih SMP, saat2 yang paling mengerikan pula di sekolah..
[Yang akan kuceritakan di postingan berikutnya..]
Jadi intinya, keluarga hancur, sekolah hancur.. Dimanapun tak ada tempat berpijak bagiku yang masih bersekolah..
Sempat berpikir untuk bunuh diri, hilang dari semua permasalahan ini, tapi tak pernah terlaksana..
Aku sangat bersyukur pada saat aku pun masih belum mengenal Tuhan, Ia terus melindungi dan menjagaku, tanpa aku tahu..

Hingga akhirnya aku lulus SMP dan masuk SMA, saat2 Tuhan mulai memanggil namaku..
Melalui anak-anak muda yang mencari jiwa dari rumah ke rumah aku dipanggil,
Tapi tak semudah itu mereka mendapatkanku, perjuangan mereka untuk follow-up sangat mengesankan, tak henti-hentinya mengajakku untuk mengikuti komsel remaja pada saat itu..
Akhirnya karena merasa terganggu aku pun mengikuti komsel dengan pikiran bahwa aku akan menolaknya dengan mengatakan bahwa aku tidak cocok ada dalam komsel tersebut..
Tapi rencana tinggal rencana, aku menemukan keluarga dalam tempat itu..
[Terjaring sampe sekarang deh..wakakaka..]
Tempat aku belajar tentang Tuhan, Bapa sejati yang tak pernah mengecewakan..
Terus menerus aku dibantu untuk belajar mengampuni, yang jelas2 tak mudah.. sama sekali..
Sampai pada suatu saat aku mengikuti sebuah camp yang luar biasa, camp yang memutarbalikkan kehidupanku.. camp yang membuatku mulai bisa mengampuni..
Saat itu pembimbing camp mengajak peserta berdoa untuk penyembuhan luka batin yang mungkin pernah terjadi dalam kehidupan kami, dimulai dari anak yang mungkin pernah mau digugurkan saat masih dalam kandungan, maupun yang mengalami kepahitan..
Saat itu aku merasa kikuk dan aneh, karena disekelilingku sudah banyak anak-anak yang menangis meraung-raung, terisak-isak, bahkan tertawa-tawa sendiri..
Aneh banget pikirku.. aku masih dalam keadaan mengeraskan hati, dan beranggapan tak ada yang terjadi..
Sampai saat seorang pembimbing yang memiliki karunia menafsirkan bahasa Roh berkata bahwa di tempat ini ada seorang anak yang mengalami kepahitan terhadap papanya..

*jgerr, petir menyambar lagi

Pembimbing itu menjelaskan dengan detil apa yang terjadi, sehingga tak ada kesempatan bagiku untuk mengelak lagi dan dengan tersungkur menangis bersama dengan orang-orang lainnya..
Aku sudah tak peduli, mau ada orang menganggap aneh atau apa, terserah, hanya satu yang ada dalam pikiranku saat itu.. Tuhan mengorek dan membersihkan lukaku yang telah lama berdarah dan bernanah.. Sakit..jelas..!!
Sempat bergumul, tak mau mengampuni, tak mau didoakan, tapi aku tak mampu menahan perasaan itu.. perasaan ketika dipeluk oleh seorang papa.. [airmata semakin mengocor derasss...]
Perasaan yang selama ini belum pernah kualami..
Sangat hangat, sangat nyaman, sangat aman.. jaminan 100%!!
Tanpa dipaksa lagi kakiku berjalan mencari figur papa yang mirip dengan papaku..
[ceritanya saat itu lagi ada sesi pembasuhan kaki..hehe..]
Yang mau mengampuni dibasuh, yang mau diampuni membasuh.. begitulah..
Saat tiba giliranku di orang yang kupilih, padanya aku berteriak menangis dan sempat memukulinya, bercerita tentang perilaku papaku terhadap aku dan mama..
Satu kalimat yang kuingat sampai saat ini, yaitu "Maafkan papa ya nak, maafkan sudah menyakiti kalian berdua, terus berdoa untuk papa ya, karena saat ini papa tidak sadar, papa punya hati dikendalikan oleh roh jahat"
Tersentak oleh perkataan itu, kesadaranku kembali, saat itu juga aku memaafkan papaku, karena fakta baru yang kuterima, yaitu tidak seharusnya aku membenci papa, yang harus benar2 kubenci adalah iblis yang sedang menguasai hati papaku..!!
Oh Tuhan..
Kesadaran baru ini membuatku yang dulunya masih setengah hati bilang mengampuni, menjadi belajar mengenai pengampunan yang sejati..
Hingga saat ini pun, aku masih dalam proses belajar mengampuni dan melupakan..
Karena sampai saat ini pula, aku tidak mengetahui keberadaan papaku, ia telah menghilang selama beberapa tahun terakhir ini..
Cuma satu yang kuharapkan kalau-kalau kita tidak pernah bertamu lagi, yaitu supaya papa bahagia, diamanapun ia berada, dan kalau-kalau papa telah memiliki keluarga yang baru, aku berharap semoga ia tidak melakukan hal yang sama yang ia lakukan terhadap mama dan aku..
Aku percaya Tuhan terus menerus melindungi dan menjaga papa, mama, dan aku..

Ia Bapa yang setia..
Terima kasih Tuhan yang telah memprosesku hingga jadi aku yang sekarang ini..
Masih banyak proses yang harus kulalui, tapi satu hal yang kupercaya, rencanaNya adalah rencana yang terindah..


Tak ada yang kebetulan,
Greater things are yet to come,
in my life and in your life..Give Thanks.. ^^

10 Oktober 2011

Marriage

When I got home that night as my wife served dinner, I held her hand and said, I've got something to tell you. She sat down and ate quietly. Again Iobserved the hurt in her eyes.
Suddenly I didn't know how to open my mouth. But I had to let her know what I was thinking. I want a divorce. I raised the topic calmly.
She didn't seem to be annoyed by my words, instead she asked me softly, why?
I avoided her question. This made her angry. She threw away the chopsticks and shouted at me, you are not a man! That night, we didn't talk to each other. She was weeping. I knew she wanted to find out whathad happened to our marriage. But I could hardly give her a satisfactory answer; she had lost my heart to Jane. I didn't love her anymore. I just pitied her!

With a deep sense of guilt, I drafted a divorce agreement which stated that she could own our house, our car,and 30% stake of my company.
She glanced at it and then tore it into pieces. The woman who had spent ten years of her life withme had become a stranger. I felt sorry for her wasted time, resources and energy but I could not take back what I had said for I loved Jane so dearly. Finally she cried loudly in front of me, which was what I had expected to see. To me her cry was actually a kind of release. The idea of divorce which had obsessed me for several weeks seemed to be firmer and clearer now.
The next day, I came back home very late and found her writing something at the table. I didn't have supper but went straight to sleep and fell asleep very fast because I was tired after an eventful day with Jane.

When I woke up, she was still there at the table writing. I just did not care so I turned over and was asleep again.
In the morning she presented her divorce conditions: she didn't want anything from me, but needed a month's notice before the divorce.
She requested that in that one month we both struggle to live as normal alife as possible. Her reasons were simple: our son had his exams in amonth's time and she didn't want to disrupt him with our broken marriage.
This was agreeable to me. But she had something more,she asked me to recall how I had carried her into out bridal room on our wedding day.
She requested that every day for the month's duration I carry her out of our bedroom to the front door ever morning.I thought she was going crazy. Just to make our last days together bearable I accepted her odd request.
I told Jane about my wife's divorce conditions. . She laughed loudly and thought it was absurd. No matter what tricks she applies, she has to face the divorce, she saids cornfully.

My wife and I hadn't had any body contact since my divorce intention was explicitly expressed. So when I carried her out on the first day, we both appeared clumsy. Our son clapped behind us,daddy is holding mommy in his arms. His words brought me a sense of pain. From the bedroom to the sitting room, then to the door, I walked over ten meters with her in my arms. She closed her eyes and said softly; don't tell our son about the divorce. I nodded, feeling somewhat upset. I put her down outside the door. She went to wait for the bus to work. I drove alone to the office.

On the second day,both of us acted much more easily. She leaned on my chest. I could smell the fragrance of her blouse. I realized that I hadn't looked at this woman carefully for a long time. I realized she was not young anymore. There were fine wrinkles on her face, her hair was graying! Our marriage had taken its toll on her. For a minute I wondered what I had done to her.
On the fourth day, when I lifted her up, I felt asense of intimacy returning. This was the woman who had given ten years of her life to me.
On the fifth and sixth day, I realized that our sense of intimacy was growing again. I didn't tell Jane about this.It became easier to carry her as the month slipped by. Perhaps the everyday workout made me stronger.
She was choosing what to wear one morning. She tried on quite a few dresses but could not find asuitable one. Then she sighed, all my dresses have grown bigger. I suddenly realized that she had grown so thin, that was the reason why Icould carry her more easily.

Suddenly it hit me... she had buried so much pain and bitterness in her heart. Subconsciously I reached outand touched her head.

Our son came in at the moment and said, Dad, it's time to carry mom out. To him, seeing his father carrying his mother out had become an essential part of his life. My wife gestured to our son to come closer and hugged him tightly. I turned my face away because I was afraid I might change my mind at this last minute. I then held her in my arms, walking from the bedroom, through the sittingroom, to the hallway. Her hand surrounded my neck softly and naturally.I held her body tightly; it was just like our wedding day.
Buther much lighter weight made me sad. On the last day, when I held herin my arms I could hardly move a step. Our son had gone to school. I held her tightly and said, I hadn't noticed that our life lacked intimacy.
I drove to office.... jumped out of the car swiftly without locking the door. I was afraid any delay would make me change my mind...I walked upstairs. Jane opened the door and I said to her,Sorry, Jane, I do not want the divorce anymore.
She looked at me,astonished, and then touched my forehead. Do you have a fever? She said. I moved her hand off my head. Sorry, Jane, I said, I won't divorce. My marriage life was boring probably because she and I didn't value the details of our lives, not because we didn't love each other anymore. Now I realize that since I carried her into my home on our wedding day I am supposed to hold her until death do us apart.

Jane seemed to suddenly wake up. She gave me a loud slap and then slammed the door and burst into tears. I walked downstairs and drove away.
At the floral shop on the way, I ordered a bouquet of flowers for my wife.The salesgirl asked me what to write on the card. I smiled and wrote,I'll carry you out every morning until death do us apart.
That evening I arrived home, flowers in my hands, a smile on my face, I runup stairs, only to find my wife in the bed - dead.My wife had been fighting CANCER for months and I was so busy with Jane to even notice.She knew that she would die soon and she wanted to save me from the whatever negative reaction from our son, in case we push thru with the divorce.-- At least, in the eyes of our son--- I'm a loving husband....
The small details of your lives are what really matter in a relationship.It is not the mansion, the car, property, the money in the bank. The secreate an environment conducive for happiness but cannot give happiness in themselves. So find time to be your spouse's friend and do those little things for each other that build intimacy. Do have a real happy marriage!

If you don't share this, nothing will happen to you.
If you do, you just might save a marriage.
Many of life's failures are people who did not realize how close they were to success when they gave up.

A CHRIST-CENTERED MARRIAGE IS A MARRIAGE THAT IS SURE TO LAST A LIFETIME.

So then, they are no longer two but one flesh. Therefore what God has joined together, let not man separate. Matthew 19:6.

By Stephanie Halmilton

Daisypath Anniversary tickers